A.
Pengertian
Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu
ikatan yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk
Tuhan yang paling sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan
melestarikannya secara turun menurun. Budaya tercipta dari kegiatan sehari hari
dan juga dari kejadian – kejadian yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.
Budaya
tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara manusia dengan
segala isi yang ada di alam raya ini. Manusia di ciptakan oleh tuhan dengan
dibekali oleh akal pikiran sehingga mampu untuk berkarya di muka bumi ini dan
secara hakikatnya menjadi khalifah di muka bumi ini. Disamping itu
manusia juga memiliki akal, intelegensia, intuisi, perasaan, emosi, kemauan,
fantasi dan perilaku.Dengan semua kemampuan yang dimiliki oleh manusia maka
manusia bisa menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika antara manusia dan
kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah
produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena manusia yang
menciptakannya dan manusia dapat hidup ditengah kebudayaan yang
diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai
pendudukungnya Manusia.
B.
Perbedaan
Berbagai
sepak terjang manusia yang beraneka ragam merupakan buah bukti atas kolaborasi
kebutuhan yang dimiliki manusia itu sendiri sehingga memotivasi untuk memenuhi
segala kebutuhan mereka tersebut. Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu,
kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya.
Berbagai kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan fisiologi, rasa aman,
afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi inilah yang menjadikan suatu ciri
khas tersendiri bagi manusia, jika dibandingkan dengan binatang yang tidak
memiliki kebutuhan sedetail itu. Akan tetapi, kebutuhan binatang lebih terpusat
pada kebutuhan fisiologi dan rasa aman serta pemenuhan kebutuhan secara
instinktif. Sebaliknya, jika binatang tidak memiliki kebutuhan sekonkret
manusia, namun binatang memiliki satu kebutuhan yang tidak manusia miliki,
yakni kebutuhan secara instinktif tersebut. Hal inilah yang mendorong manusia
untuk berbelok pada konsep kebudayaan yang lebih mengajarkan tentang bagaimana
cara hidup, guna membangun dinding sekat antara manusia dan binatang.
Kelemahan
manusia dengan ketidakmampuan untuk bertindak instinktif ini telah diimbangi
dengan suatu kemampuan lain berupa kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan
menguasai objek-objek yang bersifat fisik, hal ini tentunya tidak dimiliki oleh
binatang apapun. Selain itu, kemampuan lain yang berbentuk budi juga memberikan
corak berbeda pada manusia yang mana didalamnya terkandung berbagai hal
mengenai dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan, berfikir,
kemauan dan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu
hubungan yang bermakna dengan alam sekitar melalui pemberian penilaian terhadap
objek dan kejadian, dan penilaian inilah yang menjadi tujuan dan isi serta inti
dari kebudayaan tersebut.
Kebudayaan
dalam hal ini diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya dalam bentuk penilaian
kebudayaan dan tata hidup yang mencerminkan nilai kebudayaan yang dikandungnya
serta dapat berbentuk sarana kebudayaan yang merupakan perwujudan bersifat
fisik sebagai produk dari kebudayaan atau alat yang memudahkan kehidupan
manusia.
Keseluruhan
fase kebudayaan diatas sangatlah erat hubungannya dengan pendidikan sebab
secara tidak langsung proses kebudayaan ini didapat oleh manusia melalui pintu
gerbang pendidikan. Adat kebudayaan diwariskan pada generasi selanjutnya pasti
melewati proses belajar, dengan demikian kebudayaan selalu diteruskan dari
waktu ke waktu. Maka pada sub bab selanjutnya akan kita kupas mengenai hubungan
antara kebudayaan dan pendidikan secara lebih terperinci, sekaligus akan dikaji
beberapa masalah pokok yang perlu diperhatikan terkait kemajuan proses
pendidikan yang dikaitkan dengan kebudayaan.
C.
Kebudayaan dan pendidikan
Sebelum
kita menyelami lebih dalam mengenai kebudayaan, kaitannya degan pendidikan.
Maka tidak ada salahnya jika terlebih dahulu kita mengenal beberapa nilai dasar
dalam kebudayaan, diantaranya:
a)
Nilai teori; hakikat penemuan kebenaran
melalui berbagai metode seperti nasionalisme, empirisme dan metode ilmiah,
b)
Nilai ekonomi; mencakup dengan kegunaan
berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan manusia,
c)
Nilai estetika; nilai yang berhubungan
dengan keindahan dan segi-segi artistic yang menyangkut bentuk, harmoni dan
wujud kesenian lainnya yang memberikan kenikmatan pada manusia,
d)
Nilai social; nilai yang berorientasi
pada hubungan antat manusia dan penekanan segi-segi kemanusiaan yang luhur,
e)
Nilai politik; nilai yang berpusat pada
kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan masyarakat maupun di dunia politik,
dan
f)
Nilai agama; nilai yang beorientasi pada
penghayatan yang bersifat mistik dan transedental dalam usaha manusia untuk
mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi.
Setiap
kebudayaan memiliki skala hirarki yang begitu terformat mengenai beberapa nilai
di atas, mulai tingkatan yang kurang penting hingga nilai terpenting dari
nilai-nilai di atas. Juga memiliki penilaian tersendiri dari tiap-tiap kategori
tersebut. Berdasarkan penggolongan tersebut di atas maka masalah pertama yang
dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai-nilai budaya apa saja yang
harus dikembangkan dalam diri anak bangsa.
Memahami
pengertian pendidikan yang dapat dimaknai secara luas sebagai usaha yang sadar
dan sistematis dalam membantu anak didik untuk mengembangkan fikiran,
kepribadian dan kemampuan fisiknya, mengharuskan kita untuk selalu up to date
dalam pengkajian masalah tersebut. hal ini harus dilakukan disebabkan oleh
beberapa hal, yakni:
Pertama; nilai-nilai
budaya yang akan dikembangkan harus sesuai dengan tuntutan zaman, kelak di masa
anak bangsa hidup. Kedua; usaha pendidikan yang sadar dan sistematis
mengharuskan kita untuk lebih eksplisit dan definitive tentang hakikat
nilai-nilai budaya tersebut. keharusan ini disebabkan karena gejala kebudayaan
yang lebih banyak bersifat tersembunyi daripada terungkap, bahkan hakekat
kebudayaan tersebut justru yang tersembunyi bagi masyarakat umum. Hal ini
tidaklah lain disebabkan karena sikap kita sendiri yang menelan begitu saja
tanpa menyaring dan mengenal lebih dalam terlebih dahulu segala kebudayaan baru
yang datang.
Masalah ini lebih
serius lagi jika diperhatiakn bahwa dalam faktanya, nilai kebudayaan yang
diajarkan dalam pendidikan tidaklah sesuai dengan keperluan anak bangsa kelak
di masa mendatang. hal ini diperkuat dengan kesimpulan penelitian Sheldon
Shaeffer di kecamatan Turen, Malang. Menyatakan bahwa kegiatan pendidikan dasar
di tempat tersebut tidak memberikan pengetahuan, nilai, sikap yang diperlukan
anak kelak sebagai bekal hidup pada abad XXI. Maka, sebagai solusi untuk
menjawab salah satu permasalahan di atas, haruslah ditentukan terlebih dahulu
alur perkiraan scenario kihidupan masyarakat mendatang. tentunya harus berpacu
pada perkembangan dan keadaan masyarakat Indonesia saat ini, sebagai barometer
tersendiri untuk menentukan keadaan
mendatang. langkah pertama yang bisa kita lakukan dengan memusatkan perhatian
pada nilai-nilai masyarakat modern yang sedang berkembang, sebelum
memprediksikan perkembangan akan datang. Selain itu, selayaknya kita memahami
secara mendalam criteria masyarakat modern, baik dari segi kehidupan, ekonomi,
budaya, dll. Kemudian, dibandingkan dengan criteria dan cirri-ciri masyarakat
tradisional yang mestinya terdapat sisi kekurangan diantara keduanya. Setelah
barulah kita merancang pengembangan kreativitas kebudayaan yang diselipkan
dalam proses pendidikan, agar kebudayaan selalu up to date tanpa
meninggalkan nilai-nilai suci budaya yang diwariskan dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat mendatang. sehingga, tidak mengurangi rasa peduli dan
antusias masyarakat dalam mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan kebudayaan
tersebut secara turun menurun.
Dalam proses pewarisan budaya di
atas, perlu dipondasikan terlebih dahulu dengan menggunakan nilai agama. Karena
nilai agama berfungsi sebagai sumber moral bagi segenap kegiatan. Hakikat
segala usaha manusia dalam lingkup kebudayaan haruslah ditujukan untuk
meningkatkan martabat manusia, bukan sebaliknya. Sebab jika tidak demikian,
maka hal ini bukanlah suatu proses pembudayaan melainkan dekadensi, proses
peruntuhan peradaban.dalam hal ini, agama memang memberikan kompas dan tujuan
serta arti tersendiri bagi manusia yang berbeda dengan makhluk apapun itu yang
ada di jagad raya ini. Kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
dinilai ternyata tidak memberikan nilai kebahagiaan yang hakiki, hal ini
menyebabkan manusia kembali pada nilai-nilai agama yang dinilai memang sebagai
pondasi dan pedoman dalam mencapai kejayaan peradaban dan kebudayaan. Kita
ingat bahwa “ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh”.
Jadi,
memang kebuyaan sesungguhnya yang perlu kita wariskan pada anak bangsa ialah
menjadikan mereka manusia yang bertaqwa, terdidik, bermoral tinggi, brakhlak
mulia dan makhluk yang berusaha maju dengan kerja keras dan usaha sendiri
(mandiri).
0 comments:
Post a Comment